“Gedono” tempat itu seakan-akan ada di kepalaku beberapa hari itu. Keinginanku menuju Gedono sebenarnya diawali dengan melihat foto timeline facebook temanku tentang arsitektur yang cantik di sana dan kata temanku kefir yang nikmat. Kefir adalah salah satu jenis minuman probiotik yang diolah oleh suster-suster Gedono dengan bahan alami. Nah, aku menganggap jika Gedono layak masuk daftar tempat wisata kuliner dan ditambah-tambahi dengan wisata rohani. Jadi sebenarnya porsi rohani lebih sedikit daripada wisatanya, hehehehe ^_^
Akan tetapi anggapan itu berubah setelah suamiku membelikanku buku dari tokoh favorit inspiratif Romo Mangun dengan judul Wastu Citra. Keinginanku memiliki buku itu karena aku mencoba memahami sosok Romo Mangun sebagai seorang arsitek bukan sebagai biarawan. Tetapi ternyata image beliau tidak bisa lepas dari perenungan yang mendalam dalam merancang sebuah bangunan. Nah, salah satunya adalah kupasan beliau tentang pembangunan Gedono, pas sekali dengan rasa penasaranku, selanjutnya aku merasa bahwa aku perlu mengunjungi tempat ini untuk memuaskan keinginanku dalam meraba dan menapaki segala bentuk hasil perenungan Romo Mangun dalam pembangunan Gedono sekaligus memberikan waktu dalam keheningan.
Langkah berikutnya adalah pencarian informasi bagaimana cara ke sana tentu saja melalui googling :)
- Perjalanan Yogyakarta-Gedono (salatiga) bisa dilakukan dengan beberapa cara melalui agen perjalanan rohani atau mandiri. Rencana kami menggunakan agen perjalanan rohani dengan alasan kami berangkat sabtu jam 16.00 sore dan kemungkinan sampai Gedono malam hari. Berdasarkan informasi yang akau peroleh letak Gedono di dataran tinggi jauh dari akses transportasi, selain itu kami juga belum pernah ke Gedono. Dan kebetulan bulan November adalah musim hujan jadi meminimalkan ribetnya perjalanan dan efisiensi waktu maka kami putuskan menggunakan agen perjalanan wisata rohani dari Yogya salah satunya adalah Ventera Tour link : http://venteratour.weebly.com/
Biaya perjalanan kami (aku dan suami) adalah Rp, 350.000,00 sudah termasuk sopir dan bahan bakar. Jika dibandingan dengan perjalanan menggunakan bus, tentu harga jauh berbeda. Akan tetapi, sebagai cara efisiensi waktu dan tenaga pilihan agen perjalanan bisa dipertimbangkan.
- Tiba pada hari H, sopir menjemput kami di rumah dengan mobil Toyota Avansa tepat pada pukul 16.00 dan ternyata memang agen Ventera Tour biasa melayani perjalanan ke Gedono, sehingga kami mendapatkan rute yang lebih singkat melalui Jatinom, Klaten. Jalur yang kami lalui di awal perjalanan nampak baik, akan tetapi memasuki wilayah Jatinom, jalanan mulai rusak dan sebagian besar bisa dianggap rusak parah karena jalan tersebut merupakan akses utama bagi truk pengangkut pasir. Tanpa terasa perjalanan sampai di jalan masuk menuju Gedono (merupakan perbatasan Salatiga – Semarang) dan tiba di Gedono pada pukul 18.45 Kebetulan pintu ruang makan belum ditutup (diberitahukan sebelumnya jika Ruang Makan Pertapaan Gedono tutup pada pukul 19.00, sehingga sebelumnya kami disarankan untuk makan malam dahulu jaga-jaga jika pintu Ruang Makan tutup ^_^
- Langsung setelah makan malam , kami diminta untuk ikut doa malam pada pukul 19.00 di Kapel dan selanjutnya diantar ke kamar penginapan.
- Kebetulan kami memesan kamar untuk menginap di pertapaan (2 minggu sebelumnya) dengan tujuan untuk mendapatkan keheningan dari rutinitas dan belajar hening bersama dengan suster-suster. Sehingga kami memang sudah memiliki niat untuk mengikuti segala ibadat doa yang dilakukan. Suster-suster di Pertapaan Gedono melakukan ibadat doa tujuh kali dalam sehari dimulai dari doa singkat hingga doa dengan waktu hening. Menurutku doa yang paling berat adalah doa saat “berjaga-jaga” yang dilakukan pada jam 03.15 – 05.00 karena pada jam-jam tersebut merupakan jam yang biasa untuk tidur dan dingin udara di sekitar Pertapaan. Kesanku setelah mengikuti dua ibadat jam 19.00 dan 03.15 adalah keheningan dan tempo lambat mendukung dalam perhatian dan fokus dalam doa.
- Pagi hari kami makan pagi bersama dengan rekan-rekan lain di Ruang Makan, tentunya dengan masakan para suster dan sayuran organic segar. Karena hari itu, hari Minggu acara dilanjutkan dengan doa pagi dan ibadat misa.
- Setelah misa, kami menuju ke Toko Pertapaan Gedono yang ternyata telah banyak dikunjungi umat. Produk makanan minuman hasil racikan suster-suster laris manis, antara lain roti khas Gedono (dari remukan hosti), selai strawberi, selai jambu, roti kering, dan tidak ketinggalan kefir. Sebenarnya ada roti basah, akan tetapi ternyata roti basah sudah laris dibawa untuk diedarkan di sekitar Gua Maria Ambarawa.
- Setelah usai berbelanja (oleh-oleh masuk dalam daftar) kami bersiap untuk pulang kembali ke Yogyakarta, tentu saja dengan transportasi umum. Karena kami tidak terpancang untuk waktu harus sampai di Yogya, jadi kami lalui agenda perjalanan pulang dengan santai. Kemungkinan juga karena efek dari keheningan dalam sehari di Pertapaan Gedono, hehehehe
- Karena jalan dari Pertapaan Gedono ke Terminal Tingkir merupakan area masuk pedesaan maka tidak ada kendaraan yang tersedia langsung, sehingga kami meminta nomor kontak tukang ojek ke Suster Thres. Biaya ojek Pertapaan Gedono – Terminal Tingkir Rp. 15.000,00 dan kami langsung naik bus ke Solo Rp. 10.000,- ; selanjutnya naik bus Solo-Yogya Rp. 10.000,-
|
Ibadat Malam di Kapel Bunda Pemersatu Gedono |
|
Selasar Gedono di malam hari |
|
Bunda Maria Kapel Bunda Pemersatu Gedono |
|
Tempat Tidur di Penginapan Tamu Pertapaan Gedono |
|
Jadwal Acara Ibadat Harian di Pertapaan Bunda Pemersatu Gedono |
|
Ruang Makan di Pertapaan Gedono |
|
Aku menyiapkan makan pagi :-) |
|
Roti dengan butir coklat dan selai strawbery asli Gedono |
|
Minuman Khas Pertapaan Gedono "Kefir Gedono" |
|
Roti kering khas dari Pertapaan Gedono |
|
Selai strawbery khas Gedono tanpa bahan pengawet |
|
Kesibukan suster trapist melayani pembeli di toko |
Pertapaan Gedono sangat direkomendasikan bagi yang mengharapkan suasana hening dalam doa. Bagi yang mengharapkan intropeksi atau merindukan keheningan dalam doa dan masmur. Pertapaan Gedono juga direkomendasikan bagi penikmat bangunan arsitektur berkarakter.
Semoga dengan posting ini kalian juga tertular untuk datang di Pertapaan Gedono ^_^
Oya, saya sertakan juga beberapa nomor kontak yang mungkin bisa membantu kamu dalam merencanakan perencanaan ke Pertapaan Gedono.
- Agen Tour Ziarah Yogyakarta (Ventera) = 0817467518
- Suster Thres Pertapaan Gedono = 0811278299
- Pertapaan Gedono = 0298 7100615 (Bagi yang berminat menginap di Pertapaan Gedono diharapkan menghubungi minimal 2 minggu sebelumnya dan diharapkan menghubungi suster selain jam doa)
- Ojek Pertapaan Gedono – Terminal Tingkir (pak Sutari) = 081904860591
|
Aku dengan latar belakang eksterior bangunan Pertapaan Gedono |
salam ziarah
Posted in
jalan-jalan,
kuliner,
lilin semangat,
ziarah
Bulan Juni diawalai dengan wisata
candi. Salah satu candi cantik di DI Yogyakarta, yaitu “Ratu Boko”. Keberadaan
candi tersebut termasuk dalam Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman. Kompleks
candi Ratu Boko berada 196 meter dpl (jalan yang agak menanjak dan udara sejuk)
dan dapat diakses dari kota Jogja melalui jalan raya Prambanan – Piyungan,
yaitu dari pertigaan Prambanan ke selatan sejauh kurang lebih 4 km dan mengikuti
papan petunjuk menuju candi Ratu Boko.
|
Gerbang Kedua dari Candi Ratu Boko |
Berbeda dengan peninggalan sejarah pada
masa Jawa Kuno dalam bentuk bangunan keagamaan, candi Ratu Boko merupakan
kompleks bangunan keraton, yaitu gerbang pintu masuk, pendopo, tempat tinggal,
kolam pemandian, pagar pelindung, dan beberapa situs yang masih dipelajari
untuk memperkirakan fungsinya di masa itu. Berbeda dengan keraton yang
didirikan di permukaan landai, keraton candi ratu Boko terletak di dataran
tinggi dilengkapi dengan benteng tinggi sehingga terlindungi dari serangan musuh.
Candi Ratu Boko merupakan situs
arkeologi dalam bentuk keraton pada masa Kerajaan Mataram Kuno abad VIII dan
dibangun pada masa Dinasti Syailendra oleh Rakai Panangkaran jauh sebelum
keberadaan raja Samaratungga (pada masa pendirian candi Borobudur) dan Rakai
Pikatan (pendirian candi Prambanan). Berdasarkan naskah kuno ditulis oleh Rakai
Panangkaran (746 – 784 SM) pada mulanya bangunan sekitar Ratu Boko disebut
dengan Abhayagiri Wihara. Abhaya berarti damai, dan Abhayagiri berarti asrama
Buddhist (wihara) yang berada di daerah damai di puncak bukit. Pada periode selanjutnya
(856 – 863 SM) Abhayagiri Wihara berubah nama menjadi Walaing Kraton oleh Vasal
Rakai bergelai Rakai Walaing Pu Kumbayoni. Selanjutnya, nama Ratu Boko berasal
dari dongeng rakyat setempat. Ratu Boko adalah raja dan merupakan ayah dari
Loro Jonggrang dimana merupakan nama dari candi di kompleks candi Prambanan.
Kompleks candi terdiri dari :
- Gerbang
Utama : terdiri dari dua gerbang dimana gerbang pertama terbuat dari batu andesit
dan lantai serta dinding terbuat dari batu putih. Gerbang pertama berukuran
panjang 12,15 m, lebar 6,90 m, dan tinggi 5,05 m dengan 3 pintu masuk. Sementara
gerbang kedua memiliki panjang 18,60 m, lebar 9,00 m, dan tinggi 4,50 m dengan
5 pintu masuk.
|
Gerbang Pintu Masuk Pertama keraton (Ratu Boko) terdiri dari tiga pintu masuk |
|
Penulis di Gerbang Pintu Masuk Pertama keraton (Ratu Boko) terdiri dari tiga pintu masuk | | |
|
|
|
Pagar perlindungan kraton Ratu Boko tinggi dan kokoh |
- Tempat
pengabuan : diperkirakan dipergunakan sebagai tempat kremasi / pengabuan dalam
upacara Tawur Agung bagi agama Hindu yang diadakan sehari sebelum Nyepi. Akan
tetapi, hal tersebut masih memerlukan penelitian yang mendalam, apakah situs
tersebut merupakan tempat kremasi, atau altar, atau kemungkinan merupakan
tenpat sesajen.
|
Salah satu situs dalam keraton Ratu Boko sebagai tempat kremasi (masih dipelajari) |
- Paseban
: merupakan ruang tunggu bagi tamu raja. Terdiri dari dua batur, sisi Paseban
Timur dan Paseban Barat dan diperkirakan saling berhadapan satu sama lain.
|
Ruang tunggu tamu raja (paseban) keraton Ratu Boko |
- Pendopo
: terdapat di bagian tengah bangunan
yang memiliki pilar dan dinding, dimana diperkirakan terbuat dari bahan yang
mudah rusak misal kayu. Oleh karena itu, hanya tersisa batu sebagai sisa
bangunan.
|
Pendopo kraton Ratu Boko tampak luar |
|
Pendopo kraton Ratu Boko tampak dalam |
- Taman
Pemandian : dibagi menjadi dua, yaitu utara dan selatan dimana keduanya dipisahkan
oleh dinding dan dihubungan oleh gerbang. Pemandian utara berbentuk kotak
dengan tujuh kolam dan pemandian selatan terdiri dari 28 kolam.
|
Kolam Pemandian kraton Ratu Boko |
- Gua
: pada situs candi Ratu Boko terdiri dari gua Lanang dan gua Wadon. Penamaan
gua tersebut berdasarkan relief pada gua Wadon berupa gambaran alat kelamin
wanita (simbol Yoni) di atas pintu, pada umumnya keberadaan Yoni dilengkapi
dengan Lingga (alat kelamin laki-laki) yang terdapat pada Gua Lanang. Kedua simbol
tersebut erat kaitannya dengan penggambaran dewa Siwa dalam agama Hindu. Persatuan
antara Yoni-Lingga menjadi simbol dari kesuburan.
(Maaf, tidak ada gambar, saya sudah lelah mengelilingi kraton Ratu Boko :( Aku hanya semapat melihat dari kejauhan situs Gua Wadon dan gua Lanang yang besar di bagian paling belakang candi Ratu Boko)
- Keputren
: tempat tinggal putri, yang terdiri dari dua batur dan terbuat dari batu andesit.
|
Salah satu karya seni di bagian keputren kraton Ratu Boko |
Simbol yang menandai adanya toleransi umat beragama Hindu dan Budha terlihat dari penemuan situs stupa di dalam candi Ratu Boko yang masih dalam tahapan ekskavasi. Salah satu sudut yang menarik bagi kita yang ingin mengetahui tentang ekskavasi candi secara langsung.
|
Salah satu sudut ekskavasi dua stupa di bagian belakang kraton Ratu Boko |
Seusai perjalanan kita bisa menikmati panorama dari bukit candi Ratu Boko dengan makanan dan minuman yang tersedia di Restoran Sunset Ratu Boko, dinamai demikian karena pemandangan sunset kota Jogja terlihat indah dari bukit candi Ratu Boko. Akan tetapi, penulis hanya bisa memotret pemandangan kota Jogja tanpa matahari terbenam karena kunjungan yang dilakukan di pagi hari yang sejuk :)
|
Kota Jogja (agak mendung) dari Resto Sunset Boko |
Mengunjungi candi Ratu Boko merupakan pengalaman imajinasi akan kehidupan dan peradaban keraton Jawa masa lalu.
Salam Budaya !
Posted in
candi,
jalan-jalan,
seni
"Ketoprak Balekambang Surakarta berpentas di sebuah gedung kesenian yang terletak di kompleks taman milik Mangkunagaran Surakarta. Pemerintah kota telah memberikan subsidi setiap pertunjukan, namun yang lebih penting adalah semangat berpentas para senimannya" (Dwi Oblo, NGI)
Berbekal rasa penasaran dengan ulasan buklet National Geographic Traveler Mei 2013 tentang Kelana Ketoprak Jawa, membuat aku dan suamiku (Imam) merencanakan liburan akhir pekan di bulan Mei dengan menonton Ketoprak di Taman Balekambang, Kota surakarta.
Informasi tentang waktu dan lakon ketoprak aku cari lewat internet, dan gotcha! ketoprak Balekambang bisa kita nikmati pada malam minggu, jam 20.30. Lakok ketoprak pada akhir pekan itu adalah "Joko suro Leno".
|
Berada di Taman Balekambang, ditemani NG Traveler Mei 2013 dengan ulasan "Kelana Ketoprak Jawa" |
|
Persiapan penabuh gamelan tanpa perlu baju seragam |
Kami sampai di Balekambang jam 20.00 dan membeli tiket ketoprak di depan pintu masuk. Penjual tiket sepertinya anak-anak pemain ketoprak :) dan harga tiket masuk Rp.10.000
Begitu semangatnya, kami langsung masuk, eh ternyata belum ada penonton lain. Kru sedang mempersiapkan gamelan dan setting panggung.
Sebenarnya aku sempat pesimis akan banyak penonton ketoprak di Taman Balekambang, melihat malam itu mulai gerimis dan Taman Balekambang terletak menyudut serta sepi.
Tetapi, beberapa saat kemudian tepat jam 20.30 WIB langsung datang banyak penonton dan ternyata rombongan dari satu RT, wealah jadi ayah, ibu, dan anak-anak satu RT menonton rame-rame :D
|
Penonton Ketoprak malam itu memenuhi separo kursi penonton |
Wah, wah, rasanya senang ternyata masih banyak penikmnat ketoprak Jawa dari berbagai generasi.
Adegan diawali dengan guyonan para emban, menari-nari, selanjutnya masuk ke cerita yaitu tentang Joko suro salah satu raja Blambangan.
Aku kurang bisa mendengar percakapan antar pemain, karena ramai percakapan penonton dengan tetangganya, dan anak-anak yang masih jalan-jalan :D
oke, aku nikmati saja suasana itu.
|
Tarian, nyanyian, dan guyonan para emban mengawali pementasan ketoprak |
Nah, hal yang membuat aku tersenyum adalah setelah beberapa saat ada adegan gelut (berkelahi) anak-anak mulai maju ke depan, bersebelahan dengan para penabuh gamelan.
Mereka begitu memperhatikan perkelahian yang terjadi.
|
Adegan perkelahian digandrungi oleh anak-anak dengan duduk lesehan |
suasana yang terekam olehku bahwa masyarakat di solo masih guyub dan penikmat kesenian Jawa. Terlihat dari begitu antusias mereka menikmati perjalanan lakok dari awal sampai selesai jam 22.30.
Bukan waktu yang cepat, terutama bagi anak-anak, akan tetapi anak-anak mereka pun masih penuh perhatian ke panggung, meski kadang berlarian keluar panggung.
Ketoprak Jawa, Balekambang aku rekomendasikan bagi kalian yang ingin menikmati keberadaan masyarakat solo sesungguhnya, serta menikmati budaya Jawa masyarakat agraris.
Informasi lain tentang Ketoprak Jawa Balekambang
"Ketoprak Balekambang Surakarta"
salam budaya tradisional !
Posted in
jalan-jalan,
seni